Posted in

Penghina Istri Bobby Nasution Dipolisikan, Relawan Bergerak ke Polda Sumut

Kasus penghina Istri bobby nasution ini bermula dari sebuah unggahan yang menyentil keberadaan istri Bobby Nasution, Kahiyang Ayu, di ruang publik.

Penghina Istri Bobby Nasution Dipolisikan, Relawan Bergerak ke Polda Sumut

Tak hanya menuai kecaman, kasus ini juga berbuntut panjang hingga masuk ke ranah hukum. Tak tinggal diam, sejumlah relawan dan simpatisan bergerak cepat: laporan resmi dilayangkan ke Polda Sumatera Utara, membuka babak baru dalam ketegangan antara dunia maya dan konsekuensi dunia nyata .

Awal Mula Kemarahan

Kasus ini bermula dari sebuah unggahan yang menyentil keberadaan istri Bobby Nasution, Kahiyang Ayu, di ruang publik. Dalam sebuah postingan yang tersebar di platform Facebook dan X (dulu Twitter), seorang netizen secara terang-terangan melontarkan kata-kata bernada hinaan terhadap sosok Kahiyang. Kalimat yang digunakan tidak hanya menyudutkan, tapi juga dinilai mengandung unsur pencemaran nama baik dan penghinaan terhadap perempuan.

Unggahan tersebut kemudian menyebar luas, menimbulkan gelombang reaksi dari masyarakat Medan, khususnya para pendukung Bobby yang menilai aksi itu sudah melewati batas. Beberapa pengguna media sosial bahkan menyerukan agar pemilik akun segera meminta maaf secara terbuka, namun tidak ada tanggapan dari pihak yang bersangkutan.

Relawan Ambil Sikap Tegas

Melihat perkembangan situasi yang kian panas, puluhan relawan dari berbagai komunitas pendukung Bobby Nasution akhirnya memutuskan turun tangan. Pada Sabtu pagi, sekelompok relawan yang mengatasnamakan Aliansi Relawan Medan Bermartabat mendatangi Polda Sumatera Utara untuk melaporkan akun yang diduga sebagai pelaku penghinaan.

Koordinator aliansi, Andika Mahendra, dalam keterangannya kepada media menyebut bahwa langkah ini bukan hanya demi membela nama baik keluarga Wali Kota, tetapi juga sebagai bentuk perlawanan terhadap budaya perundungan dan ujaran kebencian yang kian merajalela di media sosial.

“Hari ini kami datang ke Polda Sumut membawa bukti-bukti unggahan yang kami nilai mengandung unsur penghinaan terhadap ibu Kahiyang Ayu. Ini bukan soal politik semata, tapi tentang etika dan bagaimana ruang digital harus tetap punya batas,” ujar Andika.

Mereka menyerahkan tangkapan layar unggahan, identitas akun. Serta rekaman digital sebagai bukti awal. Para relawan juga mendesak agar kepolisian menindaklanjuti laporan ini secara serius dan transparan.

Baca Juga: Pacar Brondong Gasak Rp 130 Juta di ATM Pedagang Sayur di Medan Buat Main Judol

Bobby Nasution Pilih Diam, Tapi Suasana Panas Terjaga

Bobby Nasution Pilih Diam, Tapi Suasana Panas Terjaga

Wali Kota Medan Bobby Nasution belum memberikan pernyataan resmi terkait kasus ini. Sikap diam Bobby justru memancing rasa penasaran publik apakah diamnya adalah strategi untuk meredam suasana atau bentuk ketegasan tanpa perlu banyak bicara?

Namun dari pihak Pemkot Medan, salah satu juru bicara menyebutkan bahwa keluarga besar Bobby menyerahkan seluruh proses kepada aparat penegak hukum dan tidak ingin memperkeruh suasana.

“Pak Wali Kota tidak ingin terpancing. Beliau lebih memilih fokus bekerja untuk masyarakat. Tapi kami tentu mendukung langkah hukum yang diambil relawan secara independen,” kata juru bicara tersebut.

Ujian Etika di Era Digital

Kasus ini menjadi satu dari sekian banyak bukti bahwa era digital bukan lagi ruang yang bisa digunakan seenaknya. Di balik layar smartphone, ada tanggung jawab yang tetap melekat. Penghinaan, ujaran kebencian, dan perundungan siber kini tak hanya menuai sanksi sosial, tapi juga bisa berujung di meja hijau.

Publik kini menantikan bagaimana Polda Sumut menindaklanjuti laporan tersebut. Apakah akan dilakukan pemanggilan terhadap terlapor? Apakah akan ada mediasi atau berlanjut ke proses hukum?

Yang jelas, kasus ini bukan sekadar tentang seorang tokoh publik dan keluarganya, tetapi juga cermin bagaimana masyarakat harus bersikap bijak di tengah derasnya arus informasi. Apalagi ketika perbedaan pendapat bisa dengan mudah berubah menjadi bumerang di ruang digital yang tak kenal batas.

Reaksi Warganet

Setelah laporan resmi dibuat, perbincangan warganet pun makin ramai. Sebagian besar pengguna media sosial memberikan dukungan kepada langkah relawan, menganggap pelaporan ini adalah sinyal tegas bahwa media sosial tidak bisa menjadi tempat bebas untuk menebar kebencian.

Namun tak sedikit juga yang mempertanyakan apakah laporan ini bagian dari sikap berlebihan terhadap kritik publik. Beberapa komentar menyebut bahwa tokoh publik, apalagi keluarga pejabat, harus memiliki toleransi lebih terhadap komentar pedas dari masyarakat.

Meski demikian, menurut sejumlah pengamat komunikasi digital. Kasus ini menegaskan bahwa kebebasan berpendapat tetap harus dibarengi tanggung jawab.

“Kebebasan berekspresi bukan berarti bebas menghina. Ada batas antara kritik dan ujaran kebencian, dan sayangnya banyak netizen belum bisa membedakan itu,” ujar Dita Sari, dosen komunikasi di salah satu universitas swasta di Medan.

Untuk informasi terkini dan lengkap mengenai berbagai kejadian penting di Medan. Termasuk pemadaman listrik, kasus narkoba, dan perkembangan kota, kalian bisa kunjungi Info Kejadian Medan.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Pertama dari www.detik.com
  • Gambar Kedua dari medan.kompas.com