Ketegangan antara Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Komisi II DPR RI dalam kunjungan kerja di Medan baru-baru ini mengejutkan publik.

Dalam forum resmi yang dijadwalkan untuk membahas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), suasana mendadak memanas saat Bobby menyentil isu agraria sensitif, tanah eks Hak Guna Usaha (HGU). Adu argumen yang terekam kamera ini mencuat ke publik dan membuka kembali perdebatan seputar relasi pusat dan daerah dalam pengelolaan tanah negara.
Di bawah ini Info Kejadian Medan akan membahas secara singkat kronologi dan penyebab cekcok antara Gubernur Sumut Bobby Nasution dan Komisi II DPR RI yang terjadi dalam forum resmi di Medan.
Kronologi Panasnya Forum di Kantor Gubernur Sumut
Kunjungan kerja Komisi II DPR RI ke Kantor Gubernur Sumatera Utara yang berlangsung Kamis siang, awalnya berjalan sesuai agenda. Forum tersebut difokuskan untuk membahas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah.
Namun suasana berubah drastis ketika Gubernur Bobby Nasution mengangkat isu eks HGU tanah bekas konsesi yang sering kali menjadi lahan konflik sosial dan hukum. Tanpa masuk dalam agenda resmi, isu tersebut langsung memancing reaksi dari anggota Komisi II DPR, khususnya Deddy Yevri Hanteru Sitorus dari Fraksi PDIP.
Ia menganggap pembahasan eks HGU terlalu kompleks untuk dimasukkan secara spontan dalam forum tersebut. “Persoalan eks HGU itu sangat rumit, melibatkan lintas kementerian seperti BUMN, ATR/BPN, Keuangan, dan lainnya. Tidak bisa dibahas instan dalam satu pertemuan singkat,” ujar Deddy kepada media.
Respons Bobby yang menyarankan agar peserta yang tidak ingin membahas isu tersebut bisa meninggalkan forum justru memperkeruh suasana. Pernyataan itu dinilai emosional dan tidak mencerminkan etika seorang kepala daerah dalam forum resmi.
“Lah gimana sih, gubernur kok baperan,” sindir Deddy di tengah forum, yang makin memanaskan tensi diskusi.
Reaksi Anggota DPR Lainnya
Melihat suasana forum yang makin panas, anggota Komisi II lainnya, Longki Djanggola dari Fraksi Gerindra, mencoba memberi klarifikasi. Ia menegaskan bahwa tidak ada maksud dari DPR untuk mengabaikan aspirasi daerah.
Menurutnya, forum tersebut memang tidak ideal untuk membahas topik eks HGU yang sifatnya strategis dan lintas sektoral. “Saya saksinya, tidak ada niatan menolak aspirasi Pak Gubernur. Tapi soal eks HGU butuh pembahasan khusus, bukan dicampur aduk dalam forum seperti ini,” ucap Longki.
Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, kemudian mengambil alih kendali forum dan menyampaikan bahwa pihaknya tetap membuka ruang dialog. Ia berjanji akan memfasilitasi pembahasan isu eks HGU secara lebih komprehensif bersama kementerian terkait.
“Kami mengapresiasi keberanian Pak Gubernur menyampaikan isu ini. Tapi forum hari ini tidak ideal. Kami siap atur pertemuan lanjutan agar isu eks HGU bisa dikaji mendalam,” tegas Rifqi.
Baca Juga:
Mengapa Eks HGU Jadi Isu Sensitif?

Tanah eks HGU merupakan lahan bekas konsesi perusahaan baik swasta maupun BUMN yang masa penggunaannya telah habis. Status tanah ini menjadi abu-abu karena sering dibiarkan terbengkalai, namun sudah dikuasai oleh masyarakat adat, petani lokal, atau kelompok kepentingan lainnya.
Tiga kepentingan yang kerap berbenturan dalam persoalan eks HGU:
- Masyarakat: Menuntut legalisasi atas tanah yang telah mereka garap bertahun-tahun.
- Pemerintah Pusat dan BUMN: Mengklaim tanah sebagai aset negara yang harus dikelola ulang.
- Pemerintah Daerah: Ingin mengalokasikan lahan untuk reforma agraria atau pembangunan daerah.
Konflik agraria ini bukan hanya soal administrasi, tetapi menyentuh keadilan sosial, distribusi sumber daya, dan relasi kuasa antara pusat dan daerah. Tidak jarang, persoalan eks HGU berujung pada bentrokan fisik atau sengketa hukum yang panjang.
Ketegangan Ini Menguak Isu yang Lebih Besar
Cekcok antara Bobby Nasution dan Komisi II DPR RI sejatinya bukan hanya persoalan pribadi atau perbedaan gaya komunikasi. Di balik adu argumen tersebut, terdapat masalah struktural: ketidaksinkronan antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengelola tanah dan sumber daya agraria.
Ketika seorang kepala daerah mengangkat persoalan eks HGU dalam forum pusat, itu menandakan adanya keresahan yang serius di tingkat lokal. Namun respons dari pusat yang menganggap isu tersebut “tidak tepat waktu” juga menunjukkan bahwa sistem koordinasi antar lembaga masih belum solid.
Dari sisi komunikasi politik, sikap Bobby yang terkesan “menggertak” wakil rakyat bisa menjadi bumerang. Namun dari sisi substansi, langkahnya menunjukkan keberanian untuk menyuarakan masalah agraria yang sering diabaikan. Sayangnya, penyampaiannya kurang taktis dan menimbulkan kesan konfrontatif.
Kesimpulan
Insiden panas antara Gubernur Bobby Nasution dan Komisi II DPR RI di Medan adalah cermin dari permasalahan yang lebih dalam, lemahnya koordinasi dalam pengelolaan isu agraria strategis seperti tanah eks HGU. Ketegangan ini menunjukkan bahwa forum resmi harus dikelola secara lebih inklusif, namun tetap terstruktur dan fokus.
Perlu ada ruang dialog lintas kementerian yang melibatkan pemerintah pusat, daerah, masyarakat sipil. Dan akademisi untuk menuntaskan persoalan eks HGU secara adil dan berkelanjutan. Ketimbang saling sindir di forum publik, semua pihak harus duduk bersama dengan kepala dingin demi menciptakan keadilan agraria yang berpihak pada rakyat.
Simak dan ikuti terus Info Kejadian Medan agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang akan terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari forumkeadilansumut.com
- Gambar Kedua dari www.membaranews.com