Posted in

Pendeta di Medan Dilaporkan ke Polisi Atas Kasus Pencabulan Mahasiswi

Kasus pencabulan yang dilakukan seorang pendeta yang juga dosen di sebuah Sekolah Tinggi Teologi (STT) di Medan kini viral di media sosial.

Pendeta-di-Medan-Dilaporkan-ke-Polisi-Atas-Kasus-Pencabulan-Mahasiswi

Pelaku yang berinisial RN dilaporkan atas dugaan melakukan pelecehan seksual terhadap mahasiswi yang merupakan muridnya sendiri. Kasus ini menguak persoalan serius terkait penyalahgunaan kekuasaan di lingkungan pendidikan serta perlindungan korban dari ancaman dan intimidasi.

Kronologi Kasus dan Pelaporan ke Polda Sumut

Kasus ini terungkap setelah korban yang berinisial Bunga (nama samaran) berusia 20 tahun melapor ke Polda Sumatera Utara pada pertengahan Juli 2025 dengan didampingi kuasa hukum dan keluarga. Pelecehan diduga telah berlangsung sejak tahun 2023, saat korban masih semester pertama.

RN yang juga menjabat pendeta di Gereja Ortodoks Simalingkar dan sebagai dosen di STT diduga melakukan pelecehan berulang kali di ruang kelas kampus.

Kuasa hukum korban, Oki Ardiansyah, mengungkapkan bahwa pelaku menggunakan ancaman nilai jelek jika korban menolak, sehingga membuat korban sulit melawan pelecehan tersebut. Laporan polisi bernomor STTLP/B/1129/VII/2025/SPKT Polda Sumut sudah diterima dan tengah ditindaklanjuti pihak berwajib.

Modus Operandi dan Kejadian di Kampus

Menurut keterangan kuasa hukum, modus pelaku adalah melakukan pelecehan berupa memegang payudara hingga bagian intim korban, bahkan melakukan tindakan penciuman yang tidak diinginkan. Pelaku biasanya melancarkan aksinya saat korban sendirian di ruang kelas karena korban selalu datang lebih awal dibanding mahasiswa lain. Hal ini dikarenakan jarak tempuh rumah korban yang jauh dan diantar oleh keluarganya.

Korban sempat berontak namun kekuatan fisik antara pelaku sebagai pria dewasa jauh lebih dominan. Ancaman secara psikologis berupa peringatan agar korban tidak melaporkan kejadian tersebut juga dialami. “Ada usaha penolakan, namun pelaku terus mengancam,” kata Oki.

Dampak Psikologis dan Kondisi Korban

Korban mengalami trauma berat akibat perlakuan yang dialaminya. Kondisi psikologis korban memburuk sehingga sempat terganggu konsentrasinya dalam menjalani kuliah. Hal ini berdampak pula pada absensinya di kelas. Setelah curhat dengan pihak yayasan kampus, korban akhirnya berani membuka suara dan melapor ke pihak berwajib.

Keluarga korban, yang berasal dari latar belakang ekonomi sederhana, memilih diam awalnya karena tekanan dan ketakutan yang dirasakan. Namun dorongan dan pendampingan dari komite yayasan pendidikan mendorong korban untuk menegakkan keadilan.

Baca Juga: Polisi PJR Sumut Tabrak Nenek di Medan, Kronologi dan Reaksi Publik

Sikap dan Tindakan Pihak Kampus dan Yayasan

Sikap-dan-Tindakan-Pihak-Kampus-dan-Yayasan

Setelah mengetahui laporan pelecehan dari korban, pihak yayasan STT Hagia Sophia di Medan langsung mengambil langkah tegas. Pihak yayasan langsung memberhentikan RN dari jabatan dosen maupun pendeta.

Ketua Yayasan Sahabat Iman Orthodox Indonesia, Sotiria Thiozoisu Manalu, menegaskan tindakan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab moral komunitas pendidikan terhadap kasus serius ini.

Meski demikian, kejadian ini menjadi catatan penting mengenai lemahnya pengawasan dan sistem perlindungan terhadap mahasiswa, khususnya di lingkungan perguruan tinggi keagamaan.

Dugaan Korban Lain dan Pengembangan Kasus

Kuasa hukum korban menyebutkan, dugaan pelecehan oleh RN bukan hanya kali ini saja menimpa satu korban. Ada indikasi beberapa mahasiswi lainnya menjadi korban pelecehan oleh terlapor.

Namun, baru satu yang berani melapor secara resmi. “Kami sedang mengumpulkan bukti dan mendorong korban lain untuk berani berani menyuarakan kasusnya,” ucap Oki.

Pihak kepolisian juga memastikan kasus ini akan ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku, termasuk mendalami kemungkinan korban lain.

Harapan Akan Perlindungan dan Keadilan

Kasus ini membuka kesadaran pentingnya perlindungan dan hak korban pelecehan seksual di lingkungan akademik dan institusi keagamaan. Diperlukan sistem pelaporan yang aman, edukasi kepada civitas akademika, dan penegakan hukum yang tegas bagi pelaku agar kejadian serupa tak terulang.

Selain itu, pemerintah dan lembaga pendidikan diharapkan meningkatkan pengawasan dan mekanisme preventif guna menciptakan suasana belajar yang kondusif dan bebas dari pelecehan.

Kesimpulan

Kasus pencabulan yang diduga dilakukan oleh pendeta sekaligus dosen di Medan terhadap seorang mahasiswi. Hal ini menyoroti isu serius penyalahgunaan kekuasaan dan pelecehan seksual di lingkungan pendidikan tinggi agama. Dengan laporan resmi ke Polda Sumut dan dukungan hukum dari kuasa korban, pihak berwenang diharapkan menindaklanjuti kasus ini secara transparan dan adil.

Perlindungan kepada korban serta pencegahan kejadian serupa menjadi tantangan penting bagi dunia pendidikan dan masyarakat luas. Langkah ini guna menciptakan lingkungan akademik yang aman, sehat, dan beretika.

Untuk informasi terkini dan lengkap mengenai berbagai kejadian penting di Medan, termasuk pemadaman listrik, kasus narkoba, dan perkembangan kota, kalian bisa kunjungi Info Kejadian Medan.


Sumber Informasi Gambar:

  • Gambar Pertama dan Kedua dari voaindonesia.com