Kejaksaan Tinggi Sumut kembali menahan tersangka dugaan korupsi pengadaan dua kapal tunda 2×1.793 HP untuk Cabang Dumai.

Kasus ini melibatkan PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) atau Pelindo I dengan PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), dengan nilai kontrak mencapai Rp135,81 miliar.
Dibawah ini Anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya tentang seputaran Info Kejadian Medan.
Kronologi Kasus dan Peran Tersangka RS
Tersangka RS merupakan tersangka ketiga dalam kasus dugaan korupsi pengadaan dua unit kapal tunda ini. Sebelumnya, tim penyidik Pidsus Kejati Sumut telah menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka, yakni berinisial HAP dan BS.
RS diduga berperan sebagai konsultan pengawas dalam kegiatan pengadaan kapal tunda tersebut. Dalam kapasitasnya, tersangka memiliki tanggung jawab untuk memastikan proyek berjalan sesuai spesifikasi dan prosedur yang berlaku. Dugaan korupsi muncul karena adanya penyimpangan dalam pelaksanaan proyek yang bersumber dari anggaran internal PT Pelindo I.
Husairi menambahkan, proyek pengadaan kapal tunda ini merupakan bagian dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Pelindo I (Persero) untuk mata anggaran investasi fisik tahun 2018–2020. Kontrak pengadaan kedua kapal tunda tersebut berlangsung pada 2019, sebelum proses merger Pelindo pada 2021.
Nilai Kontrak dan Sumber Anggaran
Proyek pengadaan kapal tunda ini memiliki nilai kontrak sekitar Rp135,81 miliar, dan bersumber dari anggaran internal PT Pelindo I (Persero). Kapal tunda yang dibangun memiliki kekuatan masing-masing 1.800 HP, yang dirancang untuk mendukung operasional Cabang Dumai.
Menurut Husairi, penyimpangan dalam proyek ini tidak hanya terkait nilai kontrak, tetapi juga melibatkan aspek pengawasan dan pemantauan teknis. Dugaan adanya kolusi atau ketidakpatuhan prosedur pengadaan menimbulkan potensi kerugian negara yang signifikan.
Baca Juga: Kodam I/BB Bagikan 250 Paket Makanan Bergizi Untuk Anak Panti Di Medan
Penahanan dan Dasar Hukum

Penahanan tersangka RS dilakukan dengan mempertimbangkan dua aspek utama: objektif dan subjektif. Aspek objektif terkait fakta bahwa tersangka dianggap berpotensi menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana. Aspek subjektif mempertimbangkan kemungkinan tersangka melarikan diri.
Husairi menjelaskan, RS disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sanksi pidana yang dijeratkan terhadap tersangka mencakup denda dan kurungan penjara, sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Langkah Proses Hukum Berikutnya
Kejati Sumut menyatakan bahwa proses penyidikan terhadap tersangka RS akan terus berlanjut selama masa penahanan. Penyidik juga tengah menelusuri keterlibatan pihak lain yang diduga terkait dalam proyek pengadaan kapal tunda tersebut.
Selain itu, Kejati Sumut menekankan pentingnya pengawasan internal di perusahaan BUMN, termasuk dalam pengadaan proyek strategis seperti kapal tunda. Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan proyek besar yang bersumber dari anggaran perusahaan negara dan berpotensi merugikan keuangan negara.
Husairi menegaskan komitmen Kejati Sumut untuk menindaklanjuti semua pihak yang terlibat. “Proses hukum akan dilakukan secara transparan dan profesional, agar tercapai keadilan bagi negara dan masyarakat,” ujarnya.
Kesimpulan
Kasus dugaan korupsi pengadaan kapal tunda PT Pelindo I ini menyoroti pentingnya pengawasan dan akuntabilitas dalam proyek BUMN.
Penahanan tersangka RS sebagai konsultan pengawas menunjukkan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam penyimpangan anggaran dapat diproses hukum. Proses penyidikan akan terus berjalan untuk memastikan tidak ada pihak yang lolos dari tanggung jawab.
Simak berita update lainnya tentang Medan dan sekitarnya secara lengkap tentunya terpercaya hanya di Info Kejadian Medan.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari jawapos.com
- Gambar Kedua dari antaranews.com