Delapan warga negara Malaysia dideportasi setelah terbukti menyalahgunakan izin tinggal oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan secara tegas.
Mereka kedapatan melakukan promosi properti dan program Malaysia My Second Home (MM2H) secara ilegal menggunakan fasilitas Bebas Visa Kunjungan (BVK) yang seharusnya hanya digunakan untuk wisata non-komersial. Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan penyalahgunaan visa, pelanggaran hukum keimigrasian, dan praktik bisnis lintas negara yang tidak sesuai aturan.
Di bawah ini Info Kejadian Medan akan membahas kasus deportasi delapan warga Malaysia dari Medan akibat penyalahgunaan visa wisata untuk kegiatan bisnis ilegal.
Modus Bisnis Ilegal Berkedok Wisata
Delapan warga Malaysia tersebut memasuki Indonesia menggunakan BVK, jenis visa yang memberikan izin tinggal sementara untuk keperluan wisata. Namun, alih-alih berwisata, mereka justru menjalankan kegiatan promosi dan penjualan properti asal Malaysia di Medan.
Kegiatan itu mencakup penawaran apartemen bernilai miliaran rupiah dan program MM2H, yang memungkinkan warga negara asing untuk tinggal jangka panjang di Malaysia. Kegiatan ini dilangsungkan secara terbuka di sebuah hotel di Medan pada 21 Juni 2025. Dalam sesi tersebut, mereka tidak hanya mempromosikan properti, tetapi juga memberikan iming-iming fasilitas MM2H untuk tiga generasi keluarga pembeli.
Nilai apartemen yang ditawarkan berkisar antara Rp3 hingga Rp5 miliar. Modus seperti ini tidak hanya melanggar aturan visa, tapi juga merugikan pasar dan menyalahi aturan perdagangan lintas negara.
Keberadaan akun Instagram bernama @interealtor_malaysia menjadi pintu masuk bagi penyelidikan. Akun ini diketahui aktif mempromosikan kegiatan sharing session MM2H yang digelar secara daring dan luring. Setelah melakukan pengawasan digital dan lapangan, tim Imigrasi akhirnya melakukan tindakan tegas.
Langkah Tegas dan Prosedur Deportasi
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan, Uray Avian, menyatakan bahwa tindakan deportasi dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Para pelaku terbukti melanggar Pasal 75 jo Pasal 122 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, serta Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor M.IP-08.GR.01.01 Tahun 2025.
“BVK hanya diperbolehkan untuk kegiatan wisata. Kegiatan komersial seperti promosi properti jelas melanggar aturan keimigrasian,” tegas Uray.
Deportasi dilakukan pada Kamis, 26 Juni 2025 melalui Bandara Internasional Kualanamu dengan tujuan akhir Bandara Internasional Pulau Pinang, Malaysia. Selain dideportasi, para pelaku juga dikenai tindakan penolakan masuk kembali ke Indonesia dalam jangka waktu tertentu.
Tindakan ini bukan hanya bentuk penegakan hukum, tetapi juga upaya menjaga ketertiban umum dan integritas sistem keimigrasian Indonesia.
Baca Juga: Mangga Ilegal Asal Thailand Sebanyak 14,6 Ton Dimusnahkan di Medan
Pentingnya Pengawasan Digital dan Operasi Lapangan
Kasus ini memperlihatkan betapa pentingnya pengawasan digital dan lapangan yang dilakukan secara terintegrasi. Kantor Imigrasi Medan memanfaatkan platform digital seperti media sosial untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan yang melibatkan warga asing.
Sejalan dengan Program Akselerasi Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, sistem pelacakan digital serta operasi lintas instansi kini menjadi tulang punggung dalam mengawasi pelanggaran visa. Autogate di bandara, integrasi data kependudukan, dan sistem pelaporan masyarakat juga semakin memperkuat pengawasan.
Menurut Uray, pengawasan semacam ini akan terus ditingkatkan, mengingat modus pelanggaran visa kini semakin variatif dan canggih. Media sosial menjadi alat baru dalam mempromosikan kegiatan ilegal, sehingga pemanfaatan teknologi oleh pihak Imigrasi menjadi kebutuhan mutlak.
Imbauan Kepada Warga dan Pengunjung Asing
Kantor Imigrasi Medan menegaskan bahwa setiap warga negara asing yang masuk ke Indonesia wajib memahami dan mematuhi ketentuan visa yang berlaku. Penyalahgunaan izin tinggal, apalagi untuk kepentingan bisnis ilegal, tidak akan ditoleransi.
Imigrasi juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam melaporkan segala aktivitas mencurigakan yang melibatkan orang asing. Pelaporan dapat dilakukan melalui kanal resmi, baik secara daring maupun langsung ke kantor Imigrasi terdekat.
Kegiatan seperti promosi properti atau seminar bisnis oleh WNA harus disertai dengan izin yang sesuai, termasuk visa kerja atau visa bisnis. Tanpa izin yang sah, kegiatan tersebut akan dianggap ilegal dan berpotensi menimbulkan sanksi hukum, termasuk deportasi dan pencekalan masuk kembali ke Indonesia.
Kesimpulan
Kasus deportasi delapan warga Malaysia dari Medan menjadi bukti nyata bahwa sistem keimigrasian Indonesia kini semakin responsif dan tegas dalam menindak pelanggaran visa. Melalui pengawasan digital dan koordinasi lintas instansi, Kantor Imigrasi menunjukkan keseriusannya dalam menjaga ketertiban dan kedaulatan negara.
Pelajaran penting dari kejadian ini adalah, visa wisata bukanlah tiket bebas untuk kegiatan bisnis. Siapa pun yang melanggar, akan berhadapan dengan hukum dan dilarang masuk kembali. Kepatuhan terhadap aturan keimigrasian bukan hanya kewajiban, tapi juga bentuk penghormatan terhadap negara yang dikunjungi.
Simak dan ikuti terus Info Kejadian Medan agar Anda tidak ketinggalan informasi menarik lainnya yang akan terupdate setiap hari.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari www.inews.id
- Gambar Kedua dari www.detik.com